Home Daftar Isi

Iklan RM 09 dan Promosi Ulil

Author : Hasan Nasbi

Saya rasa, beberapa waktu lalu Celli kebetulan bangun pagi. Abis Salat subuh (he..he), dia bersantai menikmati matahari pagi yang cerah. Karena jarang menikmati matahari pagi, dia tertegun melihat bayangannya sendiri. Maklum cahaya matahari yang datang dengan sudut kecil membuat bayangan Celli begitu panjang, bahkan sampai ke ujung jalan. Dalam hati Celli membatin, wah ternyata meski aku berdiri di sini, kepalaku sudah sampai di ujung jalan..dia terpesona dengan bayangannya..lupa mengukur badan.

Lalu Ulil datang. Kebetulan juga bangun pagi. Entah kenapa, Ulil seperti kehilangan kemampuan berpikir kritis. Mungkin karena baru bangun tidur. Dia justru membenarkan bahwa kepala Celli sudah sampai di ujung jalan.

He..he..cerita di atas sepenuhnya fiktif. Hanya intermezzo aja sebelum masuk ke hal yang lebih substansial dari tulisannya Ulil..

Ulil mengkritik gerakan kaum muda karena tidak memberi definisi yang jelas tentang kepemimpinan kaum muda. Lalu Ulil membuat pagar sendiri. Sayang, pagarnya terlalu kecil. Hanya muat untuk Ulil dan Celli. Bagi Ulil, kepemimpinan kaum muda adalah posisi presiden. Nah loh..

Harus diakui, deklarasi kaum muda untuk memimpin tidak melahirkan operasionalisasi yang jelas dan tegas. Katanya sih sudah ada rapat2 operasionalisasi dan pematangan konsep kepemimpinan kaum muda. Cuma, yang sampai di telinga saya baru sebatas slogan. Namun simplifikasi Ulil juga kebangetan. Seolah Indonesia itu cuma Jakarta, dan pemimpin cuma presiden. Indonesia tidak hanya butuh presiden yang muda. Indonesia juga butuh Gubernur muda, Walikota dan Bupati Muda, butuh Dirjen yang muda, Menteri, Deputi, dan staf ahli menteri yang muda.

Memimpin Indonesia tentu tidak sesederhana kepala suku mengendalikan anggota kaumnya. Indonesia adalah bangunan besar yang disusun oleh fondasi, batu, dan tiang yang punya kegunaan sendiri-sendiri. Batu dan tiang inilah yang harus diremajakan. Kaum muda harus masuk dan menjadi pimpinan di berbagai sektor. Anda bisa bayangkan bahwa Indonesia punya harapan lebih baik bila lebih dari setengah kepala daerah berusia muda. Lebih dari separuh Dirjen, Deputi Menteri, Direktur BUMN, serta menteri2 berusia muda. Soal sang presiden dan wakilnya, sementara bisa saja dari kelompok tua. Ini tentu lebih memberi harapan bila dibandingkan dengan situasi bila presiden dan wapres muda, sementara struktur organisasi di bawahnya lebih banyak diisi orang tua.

So, tidak sesempit itu gagasan kaum muda memimpin. Gerakan kaum muda memimpin harus dimulai dari tingkat kepala desa, puncaknya memang presiden. Sektor di luar pemerintahan juga harus begitu. Nah, apakah itu sudah mulai dilaksanakan?Jika mau mengkritik gerakan kaum muda, harusnya pada poin ini. Kalau kita melhat demokrasi, politik, pemerintahan, dan Indonesia hanya terbatas di Jakarta, lebih baik otonomi daerah dihapus saja. Percuma kerja keras orang seperti Fadel Muhammad bila kemajuan Gorontalo kemudian dimaknai sebagai prestasi presiden di Jakarta. Indonesia butuh lebih banyak Kepala Daerah seperti Fadel daripada satu orang presiden muda seperti Celli..he..he

Sekarang soal yang lebih mendasar. Saya tidak berbicara soal peluang Celli jadi Presiden. Soal itu rasanya bisa diatasi jika mau bekerja keras. Saya berbicara soal kualifikasi Celli sebagai calon presiden. Tentu saja ini bertentangan dengan kekaguman Ulil.

Saya tidak mengenal Celli secara Pribadi. Saya hanya mengenal Celli lewat seminar, talk show, dan tulisan. Sejauh amatan saya, Celli bisa digambarkan dengan dua kata, yaitu Liberalisasi dan Privatisasi. Ya, Saya melihat bahwa Celli sebenarnya adalah pendakwah Neoliberal yang sangat istiqomah. Dia fanatik. Bila di negeri ini kita mengenal kelompok fundamentalis arab, maka Celli adalah bagian dari kelompok fundamentalis Amrik. Amerika adalah kiblat, Syariatnya berupa ajaran Neoliberal.

Karena profesinya sebagai pendakwah, semestinya tidak dicampur dengan politik. Ntar dakwahnya tercemar..he.he Bukankah Celli tidak menginginkan dakwah masuk arena politik? Bahaya! Coz seringkali solusi penyakit Indonesia di tangan pendakwah itu tidak rasional. Masa nanti seluruh solusi atas masalah bangsa ini hanya Liberalisasi dan Privatisasi? Kalo ada 10 BUMN bermasalah maka 100-an BUMN harus dijual ke swasta. Kalau organisasi pemerintah gemuk dan ga efisian apa harus diprivatisasi juga? (He..he yang ini mah bacanda..). Saya cuma miris aja kok solusi penyakit bangsa Indonesia ini cuma liberalisasi dan privatisasi? Ga kreatif. Sama aja dengan Hizbut Tahrir yang punya solusi sapu jagad, Khilafah! Lebih miris lagi, dalam beberapa forum Celli ga bisa membedakan antara Liberalisasi, Privatisasi, dan Debirokratisasi.

Di luar profesinya sebagai pendakwah, Ulil menyatakan bahwa Celli punya kualifikasi: determinasi tinggi, pekerja keras (kalau yang kaya gini mah banyak). Lalu juga kemampuan negosiasi, lobby, punya warna suara yang memadai untuk jadi seorang orator, punya kemampuan bermain dengan kalimat yang cerdas, dan juga punya kemampuan bahasa Inggris yang baik. Oleh karena itu, dia pantas maju sebagai presiden. Phhhh…Saya rasa Ulil salah baca buku. Kalau saya temannya Celli, saya akan sarankan dia masuk Deplu dan jadi diplomat.

Indonesia memang banyak meniru Amerika. Tapi tetap saja tidak sama. Bila pidato/orasi menjadi konsumsi politik utama di Amrik, di sini hanya jadi sambilan. Bila di amerika orang datang untuk mendengarkan pidato Obama, di sini orang datang untuk menyaksikan penyanyi dangdut. Kata-kata kampanye politisi tidak tinggal di kepala masyarakat. Mereka lebih banyak mengingat dan mengutip kata-kata Tukul seperti: “Katro”, “Ndeso”, “Tak Sobek-sobek”, dll.

Kata-kata Celli yang diingat agak luas mungkin hanya Save Our Nation. Itu pun cuma di kalangan terdidik dan penonton Metro. Kalaupun ada yang mengutip Celli, mungkin hanya M. Adil Patu, Ketua PDK Sulawesi Selatan. Slogannya untuk maju dalam Pilkada Kota Makassar mirip ” Save Our City”. Mungkin dia merasa gagah dengan kata-kata itu. Jika ditanyakan sama nenek-nenek, pasti ga ngerti artinya. Berarti komunikasi gagal. Kalaupun dijelaskan artinya dalam bahasa Indonesia or bahasa Bugis..si nenek balik nanya; ”Emang siapa yang mau menyerang Kota Makassar? He..he si nenek merasa diajak nostalgia ke zaman revolusi…

Pertanyaan saya (buat temannya Celli di milis ini). Apakah Celli punya pengalaman organisasi yang memperlihatkan bahwa dia memiliki otoritas dan pengaruh? Bagaimana dengan kemampuan manajerial? Apakah piawai dalam manajemen konflik? Jangan lupa. Politik adalah ranah perseteruan. Jika yang dikedepankan hanya kemampuan lobby dan negosiasi, lama-lama akan tekor. Coz, di dalam lobby dan negosiasi itu selalu ada kompensasi. Kalo bukan Celli yang tekor, negara ini yang tekor.

Terakhir, Di samping semua gerutuan di atas, saya salut dengan terobosan Celli. Meski saya anggap tidak layak Capres, Celi telah berhasil memberi inspirasi bagi kaum muda lain yang punya barisan untuk segera bertindak. Celli sudah mencubit sangat keras. Kaum muda tidak boleh terlalu lama berpikir dan berencana. Lama-lama malah lupa beraksi. Lalu menggerutu karena keduluan orang. Gerutuan saya mungkin mewakili gerutuan orang yang merasa didahului..he..he


Share On:

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment