Home Daftar Isi

Didikte oleh Lalat

Author: Hasan Nasbi

Ini soal DCA (Defense Cooperation Agreement). Mungkin agak terlambat, tetapi saya tidak tahan juga untuk menyimpan unek-unek ini. Bahkan, unek-uneknya sudah jadi jerawat dua biji..he..he (secara medis bener ga yah unek-unek bisa jadi jerawat?)

Saya baru tahu bahwa DCA itu dibuat sebagai balas jasa karena Singapura mengabulkan keinginan Indonesia untuk membuat perjanjian ektradisi (wah kemana aja nih…?). Menyedihkan sekali negeri ini. Apakah harga perjanjian ektradisi semahal itu? Bukankah kewajiban sebuah negara untuk membantu menangkap penjahat yang kabur dari negara lain , sekalipun tanpa perjanjian ekstradisi? Lagi pula, Singapura khan salah satu tempat menyimpan uang. Lha apa negara lain nanti tidak takut kalo para bandit, koruptor, dan para pencuci uang semua kabur ke Singapura karena di sana aman? Singapura sendiri bakal kesulitan berhadapan negara lain bukan? Lalu kenapa harus dibalas dengan perjanjian kerjasama pertahanan? Ini kekonyolan pertama.

Kekonyolan kedua itu terkait dengan isi perjajian pertahanan. Sudahlah asal muasal perjanjian konyol, isinya juga konyol. Negara kita harus menyediakan empat (kalau ga salah empat yah) lokasi untuk latihan perang tentara Singapura. Wah enak banget negara kecil ini. Namun, mereka menolak adanya Implementation Agreement (IA) mengenai pelaksanaan latihan itu. Singapura berpendapa IA tidak perlu, sementara TNI bilang perlu. Lha kok bisa salah paham kaya gini? Kalau tidak ada IA itu berarti mereka menolak diatur ketika melakukan latihan militer di wilayah kita. Ah, ini namanya ngelunjak. Kalau bahasa kampung saya; “Gadang Karengkang”.

OK-lah, dari sisi mereka, dalam diplomasi tidak ada yang salah dengan tawar-menawar. Singapura pun punya hak untuk kasih penawaran sekehendak hati mereka. Masalahnya ada pada kita. Kenapa kita hanya diam menangapi ini. Kenapa hanya segelintir orang di DPR yang ribut? Kenapa pula pemerintah tidak ribut? Siapa biang keladi yang menyebabkan perjanjian konyol seperti ini sampai ditandatangani? Untung di DPR kita yang norak itu ada yang teriak-teriak. Kali ini, apa pun kepentingan anggota DPR itu, teriakan mereka dalam posisi yang benar. Kalau hanya untuk mengejar aset para koruptor (yg konon 600 T) kita harus mengobankan teritori kita, wah itu nanti dulu lah. Tunggu lebaran monyet aja.

Ini dunia yang sudah serba canggih. Di samping teknologi, spionase dan konspirasi pun sangat canggih. Apa kita bisa percaya, bahwa kapal-kapal perang asing yang masuk perairan Indonesia semata-mata untuk berkunjung atau latihan perang? Kita terlalu bodoh untuk mempercayai sebatas itu. Mereka punya alat yang serba canggih untuk memindai sumber daya laut kita dari dekat. Jadi istilahnya, mereka bisa mengonfirmasi data temuan satelit dengan memindai dari jarak dekat. DCA memberi kesempatan untuk itu. Seharusnya, kapal perang asing (AS sekalipun) harus diperikasa dulu sebelum masuk wilayah pertahanan kita, meski alasannya hanya sekadar mampir atau untuk latihan bersama.

Ini benar-benar konspiratif. Namun, jika hari gini kita masih berfikir lurus-lurus saja , hanya pake logika tetapi menafikkan dialektika, kita akan digilas zaman. Segala tindakan negara pasti dilatarbelakangi kepentingan nasional mereka.Dan kepentingan nasional bisa saja digerakkan oleh pemerintah atau modal yang menguasai negara bersangkutan. Maka, dalam hal ini, benturan atau pun pertemuan kepentingan antarnegara harus benar-benar dioptimalkan dalam sebuah proses tawar-menawar. Diplomasi adalah salah satu jalan untuk itu. Embargo, boikot, protes, kecaman, kutukan, bahkan invasi adalah bentuk lain dari proses benturan kepentingan antarnegara.

Kembali soal Singapura tadi. Konyol sekali para diplomat kita ini. Apakah gaji mereka terlalu kecil sehinga bisa dibeli oleh bangsa lain? Ataukah mereka terlalu bodoh sehinga berdiplomasi saja ga beres?

Kalau mau diukur-ukur, Singapura itu hanya ibarat lalat yang hinggap di puncak hidung kita. Idealnya, lalat itu bisa kita tabok kapan saja. Tetapi yang ajaib di Indonesia, justru kita yang didikte oleh lalat itu. Mungkin dia sudah hinggap di puncak hidung kita sambil menancapkan super-microchip yang kemudian digunakan untuk mendikte gerak langkah kita. Huh, bangsa ini sungguh menyedihkan.

Dan mereka berani seperti itu bukan tanpa perhitungan. Pertama, mereka sudah perhitungkan bahwa Indonesia ini miskin dan bodoh, sehingga senjata materi dan sedikit lobi bisa sudah cukup untuk menaklukkan kita. Kedua, Singapura yakin ada negara kuat yang akan bediri di belakang mereka. Jika suatu saat ada apa-apa, mereka tidak akan diganggu, karena Indonesia takut dengan “sang pelindung Singapura”.

Kadang-kadang ada mimpi iseng yang muncul di kepala saya. Saya bermimpi suatu saat kita punya kerjasama pemipaan gas atau minyak langsung ke Singapura. Jika pipa itu sudah tersambung, dan penyakit congkak mereka kambuh lagi, pipa itu tidak lagi kita isi dengan minyak atau gas. Saya punya mimpi menyalurkan urine seluruh penduduk Indonesia ke Singapura. Mungkin dalam beberapa hari mereka bisa kita tenggelamkan dengan damai tanpa muntahan peluru satu butir pun. Ya, namanya juga mimpi.


Share On:

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment