Home Daftar Isi

Jendral Susi

Author: Hasan Nasbi

Raut wajah Jendral Susi berubah drastis ketika para penari cakelele mengibarkan bendera RMS pada peringatan Harganas di Maluku. Muka Jendaral Susi berubah menjadi tegang. Jelas sekali ada api kemarahan di balik air mukanya. Wah, Jendral Susi sepertinya marah betul. Paspampres abis itu pada diapain yah? Digebukin satu-satu? he..he..mungkin saja.

Ngomong-ngomong soal raut wajah seperti itu, saya jadi ingat kejadian sekitar Agustus 2005 (atau mungkin September 2005?), pokoknya sekitar bulan itu lah. Baru sekitar satu bulan saya bertugas di Cirebon. Ketika itu Jendral Susi lagi berkunjung ke Cirebon.

Saat pertemuan di Gedung Bakorwil Cirebon, tiba-tiba seorang ibu menerobos masuk dan memeluk kaki Jendral Susi sambil berteriak histeris. Ibu-ibu ini mungkin memang ada kelainan jiwa. Sebab, menurut beberapa orang yang ada di Bakorwil , Si Ibu biasa seperti itu jika ada pejabat dari Jakarta yang datang. Entah benar entah tidak, tetapi selama hampir setahun saya bertugas sebagai wartawan Kompas di Wilayah III Jabar (Cirebon, Indramayu, Kuningan, Majalengka), hanya Jendral Susi yang mengalami nasib seperti itu.

Saat sang ibu itu histeris memeluk kaki Susi, raut wajah seperti pada peringatan Harganas itu juga saya lihat lagi, meski hanya di televisi. Jendral Susi tampil dengan ekspresi tegang, kaku, tak bergerak sama sekali, dan sangat jelas kalau dia marah. Meskipun, kemudian Paspampres dengan cepat menggotong sang ibu keluar dari arena acara, tetapi kentara sekali SBY marah besar. Efeknya sangat terasa ketika Susi hadir dalam pementasan tari di Gua Sunyaragi, malam harinya. Seluruh Paspampres over acting di ring satu. Wartawan dipersulit untuk masuk, apalagi yang tidak menggunakan baju batik. Padahal, pas siangnya di Gedung Bakorwil kaga ada kaya gituan. Seorang teman kontributor stasiun TV malah diinjak kakinya oleh Paspampres. Gara-garanya dia memakai sepatu sport. Biasa wartawan Pantura, mana ada yang punya sepatu kulit..he..he.

Kasihan, padahal teman ini dah bela-belain pulang untuk ganti baju dengan batik. Tetapi lupa ganti sepatu (apa ga punya?) dengan sepatu kulit. Lagian Paspampres iseng banget. Di tengah remang-remang seperti itu, mereka sempat2nya mendeteksi sepatu sport yang digunakan oleh teman tadi.

Bukan cuma itu. Besok paginya, Jendral susi bekunjung ke Gedung Linggarjati, Kuningan. Dia adalah presiden kedua yang mengunjungi gedung bersejarah itu setelah Soeakarno. Saat di Lingarjati, tidak hanya Paspampres yang over acting, tentara dari Kodim Kuningan yang menjaga ring II pun over acting sehingga saya sempat sulit untuk masuk. Setelah negosiasi dengan seorang perwira Kodim (tentu saja plus memperlihatkan ID Kompas), akhirnya saya diberikan ID card untuk meliput di dalam Gedung Linggarjati.

Meskipun sudah mengantongi ID Card dari Kodim, tetapi kemudian saya mengalami nasib yang tidak akan saya lupakan seumur hidup. Saya diseret paksa keluar Gedung Lingarjati oleh Paspampres. Gara-garanya saya meliput dengan mengenakan celana jeans dan sepatu sport. Sebenarnya memang saya sengaja seperti itu. Lagian ini bentuk protes. Jika orang yang bisa berada di dekat presiden hanya yang menggunakan baju batik, celana kain, dan sepatu kulit. Lah kalau rakyat yang kaga punya bagaimana? Apakah rakyat kecil harus memanipulasi keadaan mereka dengan memaksakan diri (beli atau minjam) agar bisa menggunakan baju batik, celana kain dan sepatu kulit? Dasar presiden keterlaluan. Kalau setiap hari yg lu lihat orang-orang yang berpenampilan rapi dan necis, pantesan aja lu kaga pernah sadar penderitaan masyarakat yg sebenarnya.

Walau sudah bersiasat di gedung Linggarjati, akhirnya saya ketahuan juga oleh Paspampres. Setelah diseret keluar, perwira yang tadi memberikan ID card juga sok marah. Dengan kasar dia merenggut ID dari leher saya. Lha tadi kok dikasih sama saya, padahal pakaian saya sama aja. Dasar t____l!

Wah..jadi ngelantur ke mana-mana. Kembali ke soal Jendral Susi, saya rasa pengamanan terhadap dia terlalu berlebihan. Sudahlah terlalu berlebihan, tetap aja berkali-kali ada masyarakat yang berusaha membuat dia malu. Bandingkan dengan pengamanan terhadap MJK, jauh lebih longgar, tetapi kaga dibikin malu tuh ama masyarakat.

Saya tidak merasa bendera RMS kemaren adalah sebuah ancaman, toh bendera Brazil, Argentina, Italia dll juga sering dipajang di Indonesia saat Piala Dunia. Saya justru melihat itu hanya tamparan khusus buat Jendral Susi. Itu pertanda bahwa Jendral ini sama sekali tidak disegani oleh masyarakat bahkan juga bawahannya. Mungkin juga itu hanya momentum pembuka untuk unjuk gigi gerakan yang lebih nyata seperti OPM di Papua. Buktinya, yang kemudian lebih berani dan terang-terangan muncul adalah OPM. Untung Jendral Susi tidak hadir pada Konferensi Dewan Adat Papua. He..he.. Kasihan Jendral Susi


Share On:

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment